Salah satu anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Hasani Abdulgani, menyatakan bahwa perjudian tidak akan pernah hilang dalam sepak bola. Hal itu disampaikannya ketika merespons hasil survei Polling Institute tentang berbagai permasalahan sepak bola di Tanah Air belakangan ini.
Survei dilakukan Polling Institute lewat telepon kepada 1.205 orang yang berusia lebih 17 tahun atau sudah menikah dari berbagai penjuru Tanah Air pada 10-15 November lalu. Dan hasilnya, kerusuhan suporter dianggap masyarakat sebagai permasalah sepak bola yang masih sering terjadi.
Di bawah kerusuhan suporter, terdapat persoalan mafia sepak bola dan pengaturan skor, diikuti dengan dengan isu jaringan judi bola. Jadi, masyarakat artinya masih menganggap PSSI belum bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang sudah ada sejak dulu itu.
Menanggapi itu, Hasani yang mengaku sudah berkecimpung lebih dari 20 tahun di dunia sepak bola tidak menampik hasil survei dan cukup setuju dengan suara masyarakat. Namun katanya, mafia bola seperti hantu dan judi sudah menjadi tradisi dari sepak bola itu sendiri.
“Mafia sepak bola itu seperti hantu, bisa dirasakan tapi tidak bisa dilihat. Kemudian, judi tidak akan bisa dihilangkan karena sudah ada dari jaman ortodoks sampai sekarang,” ujar Hasani dalam diskusi pemaparan hasil survei Polling Institute bertajuk “Suksesi dan Kinerja PSSI: Persepsi dan Evaluasi Publik” yang diikuti secara daring, Rabu (23/11/2022).
Kendati demikian, lanjut Hasani, persoalan tersebut bukan berarti tidak bisa terselesaikan. Dia yakin masalah mafia dan judi bola bisa diatasi apabila setiap pengurus PSSI dan semua pemangku kepentingan bisa bekerja sama dengan baik.
“Namun yang terpenting, jangan sampai judi itu mengatur sepak bola. Itu yang harus dipikirkan setiap pengurus PSSI, dan permasalahan ini tidak mudah. Meski demikian, kita akan coba pelan-pelan menyelesaikannya dan itu butuh waktu,” kata Hasani.
Sementara itu, anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, Akmal Marhali, turut hadir juga sebagai pembicara. Dia mengusulkan agar PSSI melarang seseorang atau sebuah sponsor memiliki lebih dari satu klub karena itu memicu munculnya mafia sepak bola yang pada akhirnya merusak kompetisi serta perkembangan timnas Indonesia.
“Selama ini, statuta PSSI seperti jadi gurita kekuasaan para pengurusnya saja. Kemudian, sebuah perusahaan juga bisa punya lebih dari satu klub yang berpotensi terjadi pengaturan skor. Banyak sekali di Indonesia yang punya lebih dari satu klub seperti itu. Namun, TIGPF bukan bermaksud menggusur PSSI, melaikan ingin PSSI jadi lebih baik,” papar Akmal.
Dirilis dari : medcom.id