Indonesia masih memiliki pekerjaan besar di bidang permuseuman. Faktanya, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, dari 439 museum yang ada di Indonesia, hanya 8% yang memenuhi standar tertinggi, yaitu Amat Baik (A).
“Hanya 39 museum atau 8% yang memenuhi standar sebagai museum tipe A (Amat Baik), 59 museum atau 13% tipe B (Baik), 133 museum atau 30%-nya tipe C (Cukup). Sisanya merupakan museum yang belum memenuhi standar seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015,” sebut Mendikbud dalam FGD yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 dan Yayasan Mitra Museum Jakarta serta Museum Sejarah, Selasa (27/10).
Selama ini standarisasi museum menggunakan instrumen, di antaranya bangunan dan ruang, organisasi, visi dan misi, tujuan museum, dan pengelolaan. Beberapa museum yang bertipe A adalah Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, Museum Rahmat International Wildlife Museum & Gallery Medan, dan Museum La Galigo Makassar. Untuk museum yang dikategorikan tipe C fasilitasnya minimal. Sudah punya gedung, koleksi, SDM, tapi minim dana dan belum bisa mengembangkan jejaring digital.
Saat ini, Nadiem melanjutkan, sebanyak 288 museum atau 65% di antaranya dikelola oleh pemerintah pusat maupun daerah, serta TNI maupun Polri, sedangkan sisanya dikelola oleh swasta baik lembaga maupun perorangan.
Menurut Nadiem, dua masalah yang dihadapi museum di Indonesia adalah manajemen pengelolaan museum dan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. Namun, menurut Nadiem, masalah paling mendasar adalah transformasi manajemen kelembagaan museum.
Padahal, yang membuat sebuah museum menarik untuk dikunjungi adalah dengan adanya manajemen yang profesional yang berorientasi terhadap peningkatan kualitas eksibisi, selalu memiliki inovasi pembaruan, dan investasi yang besar dari sisi infrastruktur dan desain museum.
“Semua hanya bisa terjadi dengan manajemen yang profesional, yang mengerti dunia swasta, mengerti budaya negaranya, mengerti juga mekanisme ekonomi dan bisnis model,” imbuhnya. Untuk itulah, pemerintah berencana melakukan transformasi museum pada 2021 mendatang dengan menjadikannya sebagai Badan Layanan Umum (BLU). “Bentuk BLU menurut kami akan membuat museum menjadi lincah, jauh lebih gesit dalam pengelolaan koleksi maupun dalam memberikan layanan publik.
Kajian sudah dilakukan dan sekarang sedang menunggu keputusan dari Kemenkeu,” ungkapnya. Di sisi lain, Kemendikbud pun tengah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan SDM permuseuman melalui kegiatan bimbingan teknologi, pelatihan, sertifikasi, dan kerja sama internasional.
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengingatkan, museum berperan sangat penting dalam meningkatkan nilai-nilai kebangsaan. Peran museum ke depan, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, jangan lagi sekadar tempat penyimpanan benda-benda antik, kuno, dan bersejarah, serta arsip-arsip tentang masa silam.
“Harus diupayakan museum-museum yang ada di Indonesia mampu menarik perhatian masyarakat dengan bebagai inovasi, sehingga fungsi museum yang mampu meningkatkan kepedulian terhadap budaya dan sejarah bangsa dapat dimaksimalkan,” serunya.
Diskusi yang dipandu Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Luthfi Assyaukanie itu turut menghadirkan anggota Komisi X DPR RI Putra Nababan, Gubernur Lemhanas Letjen (Purn) Agus Widjojo, pendiri Yayasan Mitra Museum Jakarta Amir Sidharta, Yasasan Anak Indonesia Bersatu – Yayasan Mitra Museum Jakarta Nathania B. Zhong. Selain itu, juga hadir Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI Atang Irawan yang memberikan pengantar perspektif ketatanegaraan dan sejumlah jurnalis, akademisi, serta praktisi dalam pengelolaan museum.