Jakarta: Merujuk kepada UU No. 8 Tahun 2016, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Namun demikian, menurut Dr. Ir. Harry Hikmat, M.Si, direktur jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, ada sejumlah instrumen pendataan yang masih beragam, dan tidak sepenuhnya merujuk kepada UU No.8/2016.
Sepeti misalnya data terpilah penyandang disabilitas yang tersedia di sistem administrasi kependudukan, diketahui ternyata masih menggunakan konsep lama, yakni istilah cacat.
“Karenanya, kami berkoordinasi dengan Ditjen Dukcapil, untuk menyesuaikan agar penyandang disabilitas merujuk pada UU No.8/2016,” ujar Harry dalam forum diskusi Denpasar 12 secara daring.
Lebih lanjut, agar seluruh elemen masyarakat dapat memahami kondisi penyandang disabilitas, berikut empat ragam disabilitas yang harus kamu ketahui:
1. Disabilitas fisik
Disabilitas fisik adalah terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil.
2. Disabilitas intelektual
Disabilitas intelektual adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrome.
3. Disabilitas mental
Disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi dan perilaku. Pertama psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian. Kedua disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif.
4. Disabilitas sensorik
Disabilitas mental adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indra, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu dan disabilitas wicara.
Kemudian penggunaan istilah difabel itu tidak dalam posisi yang telah disepakati di Undang-Undang Penyandang Disabilitas.
“Mari untuk semua, kita harus merujuk pada hukum positif Undang-Undang No. 8 dan menggunakan istilah penyandang disabilitas,” ujar Harry.