Jika ingin menerka apa yang sekiranya menjadi tren pada kancah musik lokal tahun 2021, sudah pasti kita harus melihat apa yang terjadi pada 2020. Kancah musik Indonesia sendiri mengalami gejolak yang luar biasa pada 2020, ditandai dengan sejumlah album debut yang benar-benar menjanjikan. Mulai dari album debut Romantic Echoes, Hondo, Joe Million, Nadin Amizah, hingga Ramengvrl. Ini menandakan regenerasi pada dunia musik berjalan dengan baik.
Melihat bahwa musik tidak pernah benar-benar mati meski dihajar pandemi, ada harapan yang besar pada 2021. Pembatasan sosial yang diberlakukan di Indonesia mulai Maret 2020 hingga hari ini, membuat para musisi memiliki waktu luang yang panjang. Konser dan festival mengalami penundaan, tentu hal paling masuk akal adalah para musisi kembali ke studio untuk menyiapkan materi, atau setidaknya menjajal segala kemungkinan dalam eksplorasi karya.
Kuat dugaaan, 2021 akan menjadi waktu yang tepat bagi para musisi untuk mengeluarkan materi-materi terbaik mereka, hasil olah rasa dan karya pada 2020. Kita masih menanti sejumlah nama besar melanjutkan kontinuitas karya. Noah terakhir kali merilis album pada 2019. Tulus lebih lama lagi, dia terakhir kali merilis album studio pada 2016. Danilla, terakhir kali merilis album penuh pada 2017. Padi, belum merilis album dengan materi-materi baru sejak reuni. Nama-nama lain akan terus bermunculan jika kita telusuri. Ini hanya sebagai gambaran, begitu banyak musisi yang melompati 2020 tanpa perilisan album. Semoga, sederet nama-nama besar dan berpengaruh dalam industri akan merilis karya pada tahun ini.
Dan rasanya, dengan pandemi, terjadi akselerasi waktu yang membuat segalanya masuk akal terjadi pada 2021. Meski tak ada kepastian mereka akan menyuguhkan album baru pada tahun ini, tetapi setidaknya ada sedikit harapan bahwa 2021 menjadi momentum yang baik untuk para musisi merilis album. Ditambah dengan adanya harapan bahwa apa yang terjadi pada 2020 bukan saja memberikan gagasan baru. Tetapi eksplorasi-eksplorasi baru yang sebelumnya tidak terbayangkan.
2021 adalah tahun kompromi. Tentu konser dan festival musik tidak serta-merta pulih begitu saja pada 2021. Jika aktivitas pertunjukan musik masih terbatas, perilisan materi musik adalah jalan yang paling masuk akal. Terlebih jika dikaitkan dengan konsumsi dosis tinggi warganet dalam berselancar di platform steraming musik akibat belajar dari rumah dan bekerja dari rumah. Joox Indonesia melansir bahwa pengguna menghabiskan lebih dari satu jam setiap hari untuk mendengarkan musik lewat aplikasi mereka. Sedangkan platform streaming Spotify dalam laporan quarter pertama 2020, mengklaim penggunanya bertambah 6 juta dalam tiga bulan pertama 2020. Angka-angka itu tentu tidak lepas dari pandemi yang membuat orang banyak membunuh dan melewatkan waktu dengan musik.
Genre
Bicara genre, rasanya apa yang terjadi pada 2021 tak terlalu berbeda dari apa yang terjadi pada 2020. Catatan yang menarik dari 2020 adalah musik pop mengalami transformasi yang menarik. Ditandai dengan lahirnya album Persembahan dari Masa Lalu (Romantic Echoes), Selamat Ulang Tahun (Nadin Amizah), The Hike to Kamadela (Hondo), dan Solipsism (Pamungkas).
Eksplorasi musisi pop muda Indonesia pada 2020 mengagumkan. Seperti menjadi sekuel dan evolusi lanjutan dari apa yang terjadi pada era 2000-an awal dengan hadirnya Sore, Zeke and The Popo, dan sebagainya. Gelombang \”indie\” pada awal 2000-an melahirkan efek domino yang dapat kita lihat dan nikmati hari ini.
Hal itu sepertinya akan terus terjadi pada 2021. Dominasi pop dan segala turunannya akan menjadi suguhan sepanjang tahun. Belum lagi, adanya ajang pencarian bakat Indonesian Idol yang akan melahirkan pemenangnya pada tahun ini. Melihat ke belakang, Indonesian Idol bisa dibilang konsisten berkontribusi pada industri musik pop lokal.
Hip-hop lokal sempat lesu pada 2019 dan 2020 awal. Tidak semasif pada tahun 2016 hingga 2018. Dua nama yang datang mengobati kelesuan itu pada 2020 adalah Ramengvrl dan tentu saja Joe Million. Jujur, saya sangat berharap Krowbar merilis album baru pada 2021. Tapi secara umum, menurut saya pada tahun ini dunia hip-hop akan seperti pada 2020. Dalam artian tak terlalu masif, juga bukan berarti mati.
Yang menarik adalah serapan musik elektronik yang tak henti melahirkan fenomena dan kejutan-kejutan. Tidak lain karena faktor media sosial, termasuk salah satu di dalamnya aplikasi TikTok. Sebenarnya, musisi lokal sudah lama mengejawantahkan musik elektronik menjadi baur dengan unsur lokalitas. Salah satunya lewat genre funkot (funky kota). Menariknya, di Indonesia musik elektronik justru mampu membaur di segala lapisan masyarakat. Dan dirayakan bersama sebagai bagian inti dalam sebuah pesta dan hiburan. Salah satu yang belakangan sering muncul ke media sosial adalah DJ Ali Kece. DJ Ali Kece seperti menyederhanakan kompleksitas musik elektronik, dalam pendekatan paling umum, dan diterima masyarakat kelas bawah. Dia menjadikan aksinya di balik DJ set sebagai sarana kirim salam dan ucapan ulang tahun.
Meski apa yang dilakukan DJ Ali Kece tidak bisa kita anggap mewakili kerja DJ yang sebenarnya, tetapi setidaknya dia merayakan musik elektronik sebagai musik yang mampu melebur, menembus batas kelas sosial. Entah di festival DWP atau panggung remix koplo tingkat kampung, rasanya semua berhak menikmati musik elektronik dengan caranya sendiri. Tanpa adanya penghakiman kelas.
Dalam serapan yang lain, musik elektronik pada 2021 akan mewujud dalam berbagai hal. Dalam genre pop, hingga memberi ruang pada produser musik elektronik yang \”sesungguhnya\”.
Lantas, bagaimana dengan rock? Pada 2020, genre ini punya sedikit catatan. Meski tak terlalu menggembirakan. Album rock yang paling mencuri perhatian dari tahun 2020 datang dari Rollfast lewat Garatuba. Tahun 2020 juga melahirkan duo yang cukup menjanjikan, yaitu Martials/. Namun nampaknya, 2021 dalam sirkuit rock tak terlampau bising.